Sabtu, 03 Januari 2015

UAS design web dan grafis



Mata Kuliah:Web dan Design Grafis untuk Studi Islam
Dosen          :Haeri,S.HI,M.HI
Nama           :Lilis Sulistianingsih
NIM             :201410020311028
Tema            : Hukum menggerakkan jari dalam shalat
Alamat Blog : kozohara.blogspot.com

BAB 1
PENDAHULUAN
Banyak kalangan di antara kita yang masih memperdebatatkan hukum yang mengenai masalah menggerakkan jari telunjuk dalam shalat.bahkan para ulama pun masih banyak yang berbeda pendapat mengenai hukum ini,oleh karenanya hal ini masih samar-samar dalam mencari jawabannyadan apakah kedudukan hukum yang sebenarnya.
1.1 RUMUSAN MASALAH
1.      Lahfadz Hadist
2.      Kedudukan hukum
3.      Alasan hadist

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Lafadz Hadist

حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا زَائِدَةُ بْنُ قُدَامَةَ حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ كُلَيْبٍ أَخْبَرَنِي أَبِي أَنَّ وَائِلَ بْنَ حُجْرٍ أَخْبَرَهُ قَالَ قُلْتُ لَأَنْظُرَنَّ إِلَى صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ يُصَلِّي فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ فَقَامَ فَكَبَّرَ فَرَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى حَاذَتَا بِأُذُنَيْهِ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى ظَهْرِ كَفِّهِ الْيُسْرَى قَالَ ثُمَّ لَمَّا أَرَادَ أَنْيَرْكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ مِثْلَهَا وَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَرَفَعَ يَدَيْهِ مِثْلَهَا ثُمَّ سَجَدَ فَجَعَلَ كَفَّيْهِ بِحِذَاءِ أُذُنَيْهِ ثُمَّ قَعَدَ فَافْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ وَرُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَجَعَلَ مِرْفَقَهُ الْأَيْمَنَ عَلَى فَخْذِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ قَبَضَ ثِنْتَيْنِ فَحَلَّقَ حَلْقَةً ثُمَّ رَفَعَ أُصْبُعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا قَال ثُمَّ جِئْتُ بَعْدَ ذَلِكَ فِي زَمَانٍ فِيهِ بَرْدٌ فَرَأَيْتُ عَلَى النَّاسِ جُلَّ الثِّيَابِ يُحَرِّكُونَ أَيْدِيَهُمْ مِنْ تَحْتِ الثِّيَاب
(DARIMI - 1323) : Telah menceritakan kepada kami Mu'awiyah bin 'Amru telah menceritakan kepada kami Zaidah bin Qudamah telah menceritakan kepada kami 'Ashim bin Kulaib telah mengabarkan kepadaku Ayahku bahwa Wail bin Hujr telah mengabarkan kepadanya, ia berkata, "Aku katakan, "Sungguh, aku akan memperhatikan shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bagaimana beliau melakukan shalat." Kemudian aku memperhatikan Rasulullah, beliau berdiri dan takbir, lalu mengangkat kedua tangannya hingga sejajar kedua telinga, dan meletakkan tangan kanannya di atas punggung telapak tangan kirinya." Wail bin Hujr berkata, "Kemudian saat akan rukuk beliau mengangkat kedua tangannya seperti itu dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya, kemudian mengangkat kepalanya dan mengangkat kedua tangannya seperti itu. Baru setelah itu beliau sujud dan menjadikan kedua telapak tangannya sejajar dengan kedua telinganya, kemudian duduk dan menyilangkan kaki kirinya, lalu meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha serta lutut kirinya dan menjadikan siku kanannya berada di atas paha kanannya, Beliau menggenggam dua jarinya dan membuat lingkaran dengan mengangkat satu jari (telunjuk) nya, dan aku melihat beliau menggerakkan jari tersebut sambil membaca berdoa." Wail bin Hujr berkata, "Setelah itu aku kepada mereka saat musim dingin, dan aku lihat mereka memakai pakaian besar dan menggerakkan tangan mereka dari bawah pakaian
انٌ النبيٌ صلىٌ الله عليه واَله وسلٌم  كان يشير بأصبعه إذا دعا ولا يحرٌكها

(Abu Daud - 989) “Sesungguhnya Nabi shalallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam beliau berisyarat dengan telunjuknya bila beliau berdo’a dan beliau tidak menggerak-gerakkannya

2.2 Kedudukan Hukum
Setelah dilihat hadist yang di atas bahwasanya tidak ada yang mengharuskan menggerakkan jari dalam shalat,yang ada hanya karena faktor kedinginan atau yang mana orang terdahulu salah mengartikan hal tersebut.Rasulullah S.A.W melakukan isyarat dengan jari telunjuk tanpa menggerakkannya yang mana nabi berisyarat dan berdoa dengannya dan hal ini adalah Sunnah,tetapi apabila menggerakkannya maka tidak di anjurkan sama sekali.
·           Alasannya
Alasannya adalah apabila menngerakkan jari dalam shalat adalah hal yang tidak masuk akal yang mana dengannya akan membuat shalat menjadi tidak khusyuk dan tidak ada manfa’atnya sama sekali.Maksud menggerakkan jari itu adalah yaitu yang menyatakan ketauhidan yang mana di gerakkan hanya sekali saja yaitu pada kalimat (laa illaha illallahu),itulah yang di lakukan oleh Rasulullah S.A.W. jadi Hadist Abu Daud diatas adalah Hadist sohih yang mana nabi tidak pernah menggerakkan jari beliau ketika shalat.

BAB III
KESIMPULAN
Menenai masalah ini masih sangat di butuhkan penjelasan yang lebih rinci lagi yang mana persoaalan ini hanya membahas afdhal dan tidak afdhalnya saja,bukan haram atau halal,sah dan tidak sahnya.oleh karena itu dalam mencari dalil harus menggunakan al-quran dan hadist karena hukum islam atau agama islam bukanlah seperti ilmu-ilmu lainnya yang bisa mengada-ngada dalam hal menetapkan  hukum.jadi sampai saat ini berisyarat dengan jari telunjuk itu di sunnahkan dan berdoa dengannya tanpa menggerakkan jari tersebut.









Selasa, 18 November 2014

ARTIKEL PENDIDIKAN ILMU FILSAFAT





A. Pengertian Filsafat Ilmu
Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)
  • Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
  • Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
  • A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
  • Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
  • May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
  • Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
  • Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :
  • Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
  • Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
  • Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982)

B.SEJARAH DAN PERKEMBANGAN FILSAFAT ILMU
·         Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sejak abad ke-17. kemudianpada tahun 1853, Auguste Comte mengadaka penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasrnya, penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Augute Comte, sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan umum secara tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling terkait untuk dapat berkembang lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosiologi. Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas, keteraturan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terlebih dahulu adalah yang lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya. Jika dilihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama atau istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alm. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton : New Priciles of Chemical Philosophy. Filsafat dimulai oleh Thales sebagai filsafat jagat raya yang selanjutnya berkembang kearah kosmologi. Dalam abad-abad selanjutnya filsafat berkembang melalui dua jalur yaitu : filsafat alam dan filsafat moral. Filsafat alam mempelajari benda dan peristiwa alamiah, sedangkan filsafat moral mempelajari ewajiban manusia seperti etika, politik dan psikologi.setelah memasuki abad ke-20 filsafat dalam garis besar dibedakan menjadi dua ragam yaitu: filsafat kritis dan filsafat spekulatif. Filsafat kritis memusatkan perhatian pada analisis secara cermat terhadap makna berbagai pengertian yang diperbincangkan dalam filsafat misslnya substansi, eksistensi, moral, realitas, sebab, nilai, kebenaran, keindahan, dan kemestian.filsafat spekulatif sendiri merupakan nama lain dari metafisika.

C. MANFAAT FILSAFAT ILMU
  1. Menumbuhkembangkan ilmu pengetahuan untuk menuju kemuliaan sehingga mampu menembus dimensi sekularisme ilmu pengetahuan.
  2. Membentuk dan mengembangkan wawasan epistemology ilmu pengetahuan sehingga moralitas kesarjanaan, yaitu sifat ilmiah menjadi popular. Dengan demikian iptek dapat dipertanggungjawabkan, bukan hanya kepentingan subjek manusia melainkan juga kepentingan alam sebagai kebutuhan yang menyeluruh.
  3. Tuntutan etis, ilmu pengetahuan dapat dipertangungjawabkan sehingga kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera dan bahagia dalam kelestarian alam lingkungan semakin nyata.

SUMBER: Read more: http://www.artikelbagus.com/2012/06/manfaat-dan-makna-filsafat-ilmu.html#ixzz3JTWCjp00
          http://gorontalo-education.blogspot.com/2012/10/fungsi-dan-arah-filsafat-ilmu.html
Disalin dari www.cahayapena.com | Idrus Dama
 

Selasa, 04 November 2014

menangisi orang mati

Mata Kuliah:Web dan Design Grafis untuk Studi Islam
Dosen          :Haeri,S.HI,M.HI
Nama           :Lilis Sulistianingsih
NIM             :201410020311028
Alamat Blog: Kozohara.Blogspot.com


Hukum Menangisi Orang Mati



عن ابن عبا س رض قال
ما تت زىن بنت رسول الله صلعم فبكت النساء فجعل عمر يضر بهن بسوطه فأخذ رسول الله بيده فقا ل مهلا يا عمر ثم قال إيا كن و نعىق الشيطان ثم قال إ نه مهما كا ن من العين والقلب فمن الله عز و حل و من الر حمة و ما كان من اليد واللسان فمن الشيطان (رواه أحمد)


·         Ibnu ‘Abbas r.a. berkata:
“Zainab puteri Rasulullah s.a.w. meninggal, lalu para wanita menangis. Umar memukul mereka dengan cambuknya. Maka Rasulullah s.a.w. memegang tangan Umar seraya berkata: hentikan hai Umar. Kemudian Nabi s.a.w. berkata: jauhkanlah dirimu hai para wanita dari suara syaithan. Kemudian Nabi s.a.w. berkata pula: tangis yang dari mata dan hati, dari pada Allah dan karena rahmat. Tangis yang disertai tangan dan lidah adalah dari syaithan.”(Riwayat Ahmad)

·         Hadist diatas menyatakan, bahwa kita tidak boleh menangisi orang mati dengan berteriak-teriak dan dengan meratapinya, sebagaimana menyatakan, bahwa kita boleh menangisi orang mati tanpa disertai gerakan-gerakan tangan, seperti merobek baju, menamparkan pipi, dan tanpa terdapat perbuatan-perbuatan lidah yang tidak dibenarkan syara’ seperti berteriak dan mengutukkan diri.


عن ابن عمر رض قال
إشتكي سعد ابن عبا دة شكوي له فأته رسول الله صم يعو ذ ه مع عبد الرحمن ابن عوف وسعد ابن ابي وقا ص وعبد الله ابن مسعود فلما دخل عليه و جده في غشية فقا ل قد قضي ؟ فقا لو ا لا يا رسول الله فبكي ر سو ل الله فلما ر أ ي القو م بكا ء ه بكوا فقا ل ا لا تسمعون ؟ ان الله لا يعذ ب بدمع العين و لا بحز ن القلب ولكن يعذ ب بهد ا و أ شا ر الي لسا نه أو ير حم ( رو ا ه البخا ري)


·         Ibnu Umar r.a. berkata: “Sa’ad ibn Umar menderita sakit, lalu Nabi s.a.w. mendatangi untuk menjenguknya. Beliau bersama ‘Abdur Rahman ibn ‘Auf, Sa’ad ibn Abi Waqqash dan Abdullah ibn Mas’ud. Manakala Nabi s.a.w. masuk ke tempat Sa’ad, Nabi s.a.w. mendapatinya dalam keadaan pingsan. Nabi s.a.w. bertanya: Apakah Sa’ad sudah meninggal? Mereka menjawab: Tidak, ya Rasulullah s.a.w. maka Rasulullah s.a.w. pun menangis. Manakala orang yang hadir melihat Nabi s.a.w. menangis, merekapun menangis. Melihat itu Nabi s.a.w. berkata: Apakah kamu tidak mendengar, bahwasanya Allah tiada meng’adzabkan seseorang lantaran air mata dan kegundahan hati, akan tetapi allah meng’adzabkan lantaran “ini”, Nabi s.a.w. mengisyaratkan dengan lidahnya, atau Tuhan merahmati.”(Riwayat Bukhari dan Muslim)

·         Hadist diatas menyatakan bahwa tangisan yang meleleh air mata tetapi tidak disertakan teriakan dan ratapan, tidaklah diharamkan.jadi kesimpulannya adalah kita boleh menangisi orang yang sudah meninggal asalkan tidak secara berlebihan,tetapi ala kadarnya saja.